Senin, 24 Mei 2010

Panser NICA Mencari Pejuang


Hanya lebih sebulan setelah proklamasi kemerdekaan, tentara sekutu yang dipimpin balatentara Inggris tiba di pelabuhan Tanjung Priok dengan membawa senjata berat. Bersama Sekutu, ikut membonceng pasukan Belanda (NICA = Netherlands Indies Civil Administration) yang ingin berkuasa kembali dibekas jajahannya. Dalam foto, terlihat saat pasukan NICA dengan menggunakan panser memasuki salah satu kampung di Jakarta. Mereka mencari pejuang-pejuang yang pada masa revolusi fisik (1945-1949) bertekad ‘siap mati untuk mempertahankan kemerdekaan’. Terlihat bagaimana sunyinya jalan raya yang hanya anak-anak kecil dan para ibu yang berdiri di halaman rumah mereka.
Pendaratan tentara Sekutu di Jakarta menimbulkan berbagai perlawanan. Hingga terjadilah kekacauan-kekacauan di berbagai tempat. Tentara NICA mengacau jalanan ibu kota dan tanpa pilih bulu menembaki rakyat, khususnya para pejuang yang mati-matian mempertahankan kemerdekaan. Tidak hanya di kampung-kampung, pasukan NICA juga menggarong para penumpang kereta api termasuk orang tua. Saya masih ingat situasi akhir 1945 ketika di kampung-kampung para pemuda dengan senjata bambu runcing bersiap melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Untuk menghindari masuknya pasukan Belanda, jalan masuk di kampung-kampung dipasang barikade kawat berduri. Sementara itu, wanita khususnya para gadis menyiapkan dapur umum untuk para pejuang. Di Kampung Kwitang, Jakarta Pusat, banyak para pejuang yang mati dalam perjuangan melawan Belanda. Karena menuju ke pemakaman di Karet, Tanah Abang, tidak aman, para pejuang ini dimakamkan di belakang masjid Kwitang. Baru setelah penyerahan kedaulatan, mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Karena Belanda (NICA) kewalahan menghadapi perlawanan, di sejumlah kampung NICA membakar rumah penduduk dan memuntahkan peluru tommygun -nya kepada orang-orang, yang mencoba untuk memadamkan api. Ketika itu, banyak pemuda diculik NICA dan dibawa ke Markas Polisi di Hopbiro, yang kala itu letaknya di Monas (depan Departemen Hankam).
Catatan dalam arsip, seperti dikemukakan Presiden Soekarno, menunjukkan di Kota Jakarta saja antara September dan Desember 1945 sekitar 8.000 rakyat tewas. Presiden Soekarno seperti dituturkannya kepada pengarang AS Cindy Adams menyatakan, ”Salah satu alasan kenapa aku tidak senang kepada Inggris ialah karena seluruh teror yang dilakukan secara berencana, dikerjakan di bawah pelupuk mata Inggris, sedangkan mereka (Inggris) bertanggung jawab atas terjaminnya ‘hukum dan ketertiban’ di kepulauan kami.”
Perjuangan rakyat di Tanah Air mempertahankan kemerdekaan melahirkan terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, yang kemudian menjadi cikal bakal Angkatan Bersenjata RI (ABRI).
oleh : Alwi Shahab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar