Kini makin marak pagelaran Jakarta tempo doeloe. Yang menggembirakan adalah semakin banyak masyarakat yang ingin mengetahui sejarah kota Jakarta yang sudah berusia hampir lima abad. Sayangnya, sejauh ini lebih banyak ditampilkan sejarah saat-saat penjajahan Belanda. Bahkan di Museum Sejarah DKI Jakarta sendiri hampir tidak terdapat peninggalan-peninggalan sejarah di masa Sunda Kalapa, Jayakarta, maupun Portugis. Padahal penjajahan di Indonesia diawali dengan kedatangan orang-orang Portugis pada abad ke-15.
Sebelum tiba di Indonesia, Portugis telah terlibat perangdengan orang Islam di Spanyol dan Timur Tengah (Perang Salib). Tidak heran dalam suasana demikian, mereka tiba di Nusantara dengan rasa benci terhadap Islam. Kala itu, Sunda Kalapa berada di bawah kekuasaan Pajajaran yang beragama Hindu/Budha. Pajajaran yang juga tidak senang terhadap pengaruh Islam, akhirnya melakukan kerja sama dengan Portugis, sebelum negara di Eropa Selatan ini diusir dari Teluk Jakarta oleh Falatehan pada Juni 1527. Kala itu, Portugis pada 1511 telah menaklukkan Malaka. Kala itu, pusat perdagangan rempah-rempah dari kepulauan Indonesia berlangsung di Selat Malaka. Sebagian besar diangkut oleh para pedagang Arab ke pelabuhan-pelabuhan di Laut Merah.
Dengan alasan mengambil alih monopoli para pedagang Arab, Portugis menaklukkan Malaka. Ketika menduduki Malaka, Portugis mengerahkan kekuatan 1200 prajurit dan 18 buah kapal. Sebelumnya terlebih dulu menaklukkan Goa di India. Mengapa Goa begitu mudah ditaklukkan? Itu akibat perjanjian persahabatan antara Kerajaan Hindu setempat dengan Portugis, untuk menghadapi Islam yang dianggap sebagai musuh bersama.
Bagaimana eratnya motif dagang dan agama dikemukakan oleh d’ Albuquerque — panglima Portugis ketika memberikan pengarahan kepada anak buahnya, ”….. jasa yang akan kita berikan kepada Tuhan kita dengan mengusir orang Moor (Islam-Arab) keluar dari negeri ini adalah memandulkan agama Mohamed sehingga api itu tak akan pernah menyebar lagi sesudah itu.” (Mr Hamid Algadri, Politik Belanda terhadap Islam dan keturunan Arab di Indonesia).
Sementara itu, ketika Portugis menaklukkan Malaka, Islam sudah menyebar di kepulauan Nusantara. Karenanya, ketika Portugis melakukan kerja sama dengan Pajajaran dengan membangun loji (benteng) di Sunda Kalapa, para tokoh Islam merasa tersinggung. Dalam suatu pertemuan di Cirebon, para walisongo sepakat untuk menghukum Pajajaran dan Portugis. Tugas diserahkan kepada Pati Unus yang kemudian menunjuk Fatahillah Khan sebagai panglima perang. Setelah mengusir Portugis dan menaklukkan Pajajaran (1527), berakhirlah kerajaan Hindu di Nusantara.
Kita kembali dulu ke saat-saat perjanjian kerja sama pertahanan Portugis-Pajajaran, yang berpusat di Pakuan (Bogor). Untuk mencapai ibukota Pajajaran ini, ekspedisi Portugis menempuh jalur sungai (Ciliwung) selama dua hari dua malam. Tapi pihak Portugis ingin datang ke pusat rempah-rempah, di Indonesia bagian Timur. Maka berlayarlah ekspedisi Portugis terdiri dari tiga kapal menuju kepulauan Maluku. Salah satu kapalnya (El Sabaya) tenggelam di Pulau Sakudi di dekat Madura.
Menurut sejarawan dan pimpinan Lembaga Persahabatan Indonesia-Portugal, Rushdy Hoesein, kini ada upaya-upaya untuk mengadakan penelitian dan mengangkat kembali kapal abad ke-16 yang tenggelam itu. Menurutnya, ketika tenggelam kapal itu membawa berbagai barang hadiah untuk para sultan di Indonesia bagian Timur. Dua kapal lainnya berhasil sampai ke Indonesia Timur. Kala itu rempah-rempah merupakan komoditi penting di Eropa untuk mengawetkan daging dan melawan hawa daging. Portugis mendapatkan jalan ke jalur pusat rempah-rempah dari seorang pedagang Romawi yang mereka tangkap di Malaka.
Jalur pelayaran rempah-rempah tersebut dirahasiakan Portugis. Tapi rahasia itu dibocorkan oleh Heaygen van Linschaten, seorang warga Belanda yang menjadi pegawai di kapal Portugis. Ketika Malaka ditaklukkan Portugis dengan motif dagang dan agama pada ab ad ke-16 perang salib di Timur Tengah masih berlangsung, dan di daerah itu pada akhirnya orang Kristen menderita kekalahan yang menentukan. Rupanya semangat perang salib juga berpengaruh di Nusantara.
Terlihat dari tiga kali ekspedisi pasukan-pasukan Islam dari Tanah Jawa (Jepara dan Demak) serta Sumatera (Aceh) menyerang Malaka. Diantaranya dipimpin oleh Pati Unus sendiri. Sekalipun gagal dalam mengusir Portugis dari Malaka karena persenjataan yang tak seimbang, tapi semangat jihad mereka untuk mengusir penjajah patut diacungi jempol.
Menurut Mr Hamid Algadri, penyebaran Islam di kepulauan Indonesia yang begitu cepat sering dipertanyakan setelah Majapahit jatuh dan Demak berdiri. Jawabannya adalah: Agama Islam telah tersebar lama di Pulau Jawa sejak masa Kerajaan Hindu Majapahit. Jauh sebelum orang Portugis, Belanda, Inggris dan Prancis, memasuki kepulauan Indonesia.
Dari tulisan peneliti sejarah Barat dapat ditarik kesimpulan, bahwa orang Arab sudah mencapai Indonesia sebelum Islam. Sesudah Islam hubungan terus berlangsung. Hubungan itu demikian eratnya sehingga banyak kerajaan di pantai Jawa didirikan oleh orang keturunan Arab. Dan, mereka memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam.
oleh : Alwi Shahab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar